Ingin sekali aku peluk papa. Melihat papa tersenyum padaku.
Menasihatiku. Aku rindu semuanya tentang papa. Ingin sekali aku mencium
papa. Aku hanya bisa menangis. Aku tahu, apa yang aku lakukan hanya
membuatmu sedih disana. Tapi, aku tidak tahu harus melakukan apa. Aku
terlalu merindukanmu. Aku ingin bersamamu lagi. Memelukmu. Bercanda
bersamamu. Walau hanya sekali lagi. Aku ingin memelukmu. Sungguh!
Mendekap erat tubuhmu. Aku hanya bisa mendoakanmu dari sini. Papa,
salahkah kalau aku menangis? Aku merasa sesak. Rindu ini membuatku sesak
napas. Aku kangen Papa :(
***
"anggon, Papa pulang," ujar Papa sambil menggendongku.
Aku yang masih berumur lima atau enam tahun sangat senang menyambut kehadiran papaku.
"anggon, biarkan Papa istirahat. Kamu sama Mama dulu, ya, sayang,"
Semua kenangan kini mengitari memoriku. Masa kecil yang sangat indah.
Tanpa sadar bibirku membentuk segurat senyuman. Aku ingin kembali ke
masa itu. Ingin sekali menikmati setiap pelukan Papa. Lagi-lagi aku
hanya tersenyum kecut.
Papaku hanya seorang wiraswastawan dan mamaku seorang ibu rumah
tangga. Keluarga yang sederhana tetapi aku merasa sangat bahagia luar
biasa. Aku bersyukur terlahir dalam keluarga yang hangat.
Papaku selalu mengajak aku pergi jalan-jalan kepasar setiap hari minggu
tiba. Bersama Mama, kami jalan kaki. Tapi, semua itu membuat aku
senang. Entah mengapa aku merasa bahagia. Jika kami mampir di rumah
makan Padang atau rumah makan manapun, aku selalu melepas sendalku.
Saat itu aku berpikir jika masuk ke rumah orang harus lepas sendal.
Jadi, di rumah makanpun aku seperti itu. Papa dan mamaku hanya
tersenyum melihat tingkahku yang polos. Aku sayang mama papaku.
Dan jika mampir di toko elektronik, aku hanya melihat sebuah tipi dan
aku duduk di depannya. Aku berpikir tipi itu milikku. Jadi, ketika
papa mengajak pulang tanpa membawa tipi, aku bertanya, "Papa, kenapa tipi-nya nggak dibawa? Papa nggak kuat, ya? Ntar anggon bantu,"
Lagi-lagi papa hanya tersenyum dan berjongkok agar tingginya sejajar denganku.
"anggon. Kalau mau dibawa pulang, kita harus beli dulu," ujar Papa sambil mengusap rambutku.
Aku hanya manggut-manggut mendengar penjelasan papa dan pulang.
Walaupun tidak membeli tipi, aku tetap senang karena aku masih bisa
jalan-jalan dengan papa.
***
Kini aku sudah sekolah di sekolah dasar dekat rumahku. Aku masih
ingat, jika sore sudah tiba, papa mengajakku belajar sepeda. Papa
mengajariku dengan sabar. Bahkan tetanggaku bilang "marya, akrab ya sama Papa,"
Dan aku hanya menjawa "Iya, marya sayang Papa,"
Papa selalu mengajak aku jika ingin berpergian. Aku sangat senang.
Setiap papa membeli baju baru untukku pasti papa memintaku untuk
segera mencobanya. Papaku ingin segera melihat putri cantiknya
mengenakan pakaian pemberiannya.
Papa tipe pria yang setia, menurutku. Setiap papa mendapat snack dari
pulang pesta, papa selalu membawanya ke rumah dan memberikannya padaku
sedangkan papa makan masakan mama. Dan menurutku, papa juga tipe pria
sedikit manja. Papa selalu ingin ditemani mama jika sedang makan. Papa
adalah pria yang hebat dimataku. Senyum papa selalu menghiasi hatiku.
Papa sayang mama, aku, bunk dan adek. Semakin cepat berjalannya waktu,
semakin cepat pertumbuhanku menjadi gadis yang sayang mama-papa. Papa
tetap sering menemaniku. Entah itu belajar atau bimbel. Jika aku sedang
belajar di ruang tamu, papa selalu menemaniku sedangkan mama
membuatkan kami cemilan. Setelah membuat cemilan, biasanya mama ikut
bergabung menemaniku. Sangat banyak yang kami obrolin. Bercanda,
serius, semuanya kami bicarakan.
Tapi, sayangnya semua itu hanya kenangan. Aku sangat sedih ketika
papa diam. Terbujur kaku dibalut kain putih, tidak berkutik. Aku hanya
menangis dalam diam. Aku mencoba ikhlas tetapi tidak semudah itu. Aku
merindukan kehadiran papa. Aku kangen papa memanggil namaku. Jika masih
bisa, aku ingin memeluk dan mencium papa. Yang bisa aku lakukan saat
ini adalah mendoakan papa. Papa pergi meninggalkanku sebelum aku bisa
membahagiakan papa.
Aku berjanji tidak akan menangis. Aku akan menjaga mama. Tapi,
izinkan aku menangis jika aku ingin menangis. Sekuat apapun aku
menahan, rasa ingin menangis pasti ada juga. Aku seharusnya tegar dan
aku akan berusaha. marya akan menjadi perempuan tegar yang selalu
menjaga mama. Walaupun papa sudah berada disisiNya tetapi semua tentang
papa akan tetap abadi di hati marya.
Jauh dilubuk hatiku, aku sering merasa iri dengan teman-temanku yang masih bisa memeluk dan mencium papa :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar